Teori Dasar Praktikum Pengujian Charge Controller

Charge Controller

Baterai adalah suatu proses kimia listrik, dimana pada saat pengisian/cas/charge energi listrik diubah menjadi kimia dan saat pengeluaran/discharge energi kimia diubah menjadi energi listrik.Baterai (dalam hal ini adalah aki; aki mobil/motor) terdiri dari sel-sel dimana tiap sel memiliki tegangan sebesar 2 V, artinya aki mobil dan aki motor yang memiliki tegangan 12 V terdiri dari 6 sel yang dipasang secara seri (12 V = 6 x 2 V) sedangkan aki yang memiliki tegangan 6 V memiliki 3 sel yang dipasang secara seri (6 V =3x2V).   Antara satu sel dengan sel lainnya dipisahkan oleh dinding penyekat yang terdapat dalam bak baterai, artinya tiap ruang pada sel tidak berhubungan karena itu cairan elektrolit pada tiap sel juga tidak berhubungan (dinding pemisah antar sel tidak boleh ada yang bocor/merembes).
Gambar 1 cara kerja accumulator.
Baterai yang menerima arus adalah baterai yang sedang disetrum/dicas alias sedang diisi dengan cara dialirkan listrik DC, dimana kutup positif baterai dihubungkan dengan arus listrik positif dan kutub negatif dihubungkan dengan arus listrik negatif. Tegangan yang dialiri biasanya sama dengan tegangan total yang dimiliki baterai, artinya baterai 12 V dialiri tegangan 12 V DC, baterai 6 V dialiri tegangan 6 V DC, dan dua baterai 12 V yang dihubungkan secara seri dialiri tegangan 24 V DC (baterai yang duhubungkan seri total tegangannya adalah jumlah dari masing-maing tegangan baterai: Voltase1 + Voltase2 = Voltasetotal). Hal ini bisa ditemukan di bengkel aki dimana ada beberapa baterai yang duhubungkan secara seri dan semuanya disetrum sekaligus. Berapa kuat arus (ampere) yang harus dialiri bergantung juga dari kapasitas yang dimiliki baterai tersebut (penjelasan tentang ini bisa ditemukan di bagian bawah).
Konsekuensinya,  proses  penerimaan  arus  ini berlawanan dengan proses pengeluaran arus, yaitu :
1.      Oksigen (O) dalam air (H2O) terlepas karena bereaksi / bersenyawa / bergabung dengan timah (Pb) pada pelat positif dan secara perlahan-lahan kembali menjadi oksida timah colat (PbO2).
2.      Asam (SO4) yang menempel pada kedua pelat (pelat positif maupun negatif) terlepas dan bergabung dengan hidrogen (H) pada air (H2O) di dalam cairan elektrolit dan kembali terbentuk menjadi asam sulfat (H2SO4) sebagai cairan elektrolit. Akibatnya berat jenis cairan elektrolit bertambah menjadi sekitar 1,285 (pada baterai yang terisi penuh). 
Pelat-pelat baterai harus selalu terendam cairan elektrolit, sebaiknya tinggi cairan elektrolit 4 - 10 mm diatas bagian tertinggi dari pelat. Bila sebagian pelat tidak terendam cairan elektrolit maka bagian pada pelat yang tidak terendam tersebut akan langsung berhubungan dengan udara akibatnya bagian tersebut akan rusak dan tak dapat dipergunakan dalam suatu reaksi kimia yang diharapkan, contoh, sulfat tidak bisa lagi menempel pada bagian dari pelat yang rusak, sebab itu bisa ditemukan konsentrasi sulfat yang sangat tinggi dari ruang sel yang sebagian pelatnya sudah rusak akibat sulfat yang sudah tidak bisa lagi bereaksi dengan bagian yang rusak dari pelat. Oleh karena itu kita harus memeriksa tinggi cairan elektrolit dalam baterai kendaraan bermotor setidaknya 1 bulan sekali (kalau perlu tiap 2 minggu sekali agar lebih aman) karena senyawa dari cairan elektrolit bisa menguap terutama akibat panas yang terjadi pada proses pengisian (charging), misalnya pengisian yang diberikan oleh alternator.
Terdapat bermacam-macam metode charging yang bisa digunakan untuk rangkaian charging. Metode tersebut berbeda dalam cara pemberian energi listrik dari catu daya ke accumulator atau batteray. Metode-metode tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Constant voltage 
Pada dasarnya adalah berupa DC power supply biasa. Terdiri dari transformator step down dengan rangkaian penyearah untuk memberikan tegangan DC yang digunakan untuk mengisi batteray. Metode seperti ini sering digunakan pada pengisi daya pada aki mobil murah. Selain itu, batteray Lithium-Ion juga menggunakan metode constant voltage walaupun sering ditambahkan rangkaian yang kompleks untuk melindungi batteray dan penggunanya.
2.      Constant current
Metode constant current memvariasikan nilai tegangan sehingga didapatkan besarnya arus yang konstan. Metode ini biasanya digunakan untuk mengisi daya pada nikel-cadmiun dan nikel-metal hibrida atau biasa disebut baterai.
3.      Taper current
Metode taper current mengisi daya batteray dari sumber tegangan konstan. Arus akan berkurang seiring dengan terbentuknya ggl (gaya gerak listrik) pada tegangan sel. Ada bahaya serius yaitu kerusakan sel jika pengisian dilakukan berlebihan. Untuk menghindari hal ini, laju pengisian dan durasi pengisian diberi batasan. Metode ini hanya cocok untuk baterai SLA.
4.      Pulsed charged
Metode ini bekerja dengan mengirimkan arus listrik berbentuk pulsa pada baterai. Tingkat pengisian (berdasarkan rata-rata arus) dapat tepat dikendalikan dengan memvariasikan lebar pulsa, biasanya sekitar satu detik. Selama proses pengisian, terdapat jeda kosong kira-kira sebesar  20 sampai 30 milidetik. Jeda ini diberikan untuk memungkinkan terjadinya reaksi kimia pada baterai untuk menstabilkan elektroda. Waktu jeda tersebut juga dapat menghindarkan proses pengisian dari efekefek yang tidak diinginkan seperti timbulnya gelembung gas, timbulnya kristal dan passivasi.
Gambar 2 Pulse and Burp Charging
5.      Burp Charging
Metode ini merupakan kebalikan dari metode pulsed charged. Pengisian terjadi dengan menggunakan pulsa negatif pada batterai.  f. Trickle charge  Metode ini dirancang untuk mengimbangi debit daripada baterai. Tingkat pengisian disesuaikan dengan frekuensi debit baterai yang akan diisi. Metode ini tidak cocok untuk beberapa jenis baterai yang rentan akan kerusakan akibat pengisian yang berlebihan, misalnya NiMh dan Lithium.  

Fungsi Umum Charge Controller
Proses pengisian arus listrik dengan panel surya ke baterai tidak sama dengan pengisi baterai konvensional (battery charger) yang menggunakan listrik. Hal ini disebabkan karena arus listrik yang dihasilkan panel suryabisa besar, bisa juga kecil tergantung dari penyinaran/radiasi matahari. Proses pengisian akan berlangsung selama ada radiasi matahari, tidak melihat apakah baterai tersebut sudah penuh atau belum.
Sebagaimana diuraikan diatas hal ini bisa membahayakan dan mempercepat kerusakan baterai. Oleh karena itu, diperlukan alat yang mampu mengendalikan baik pengisian arus listrik kedalam baterai ketika baterai sudah penuh, maupun menghentikan pengurasan listrik dari baterai pada saat baterai telah kosong.
1.        Tegangan Maksimum Pengisian Baterai (Overcharge)
Overcharge adalah suatu pengisian (charging) arus listrik kedalam baterai (Accu) secara berlebihan. Apabila pengisian dilakukan dengan alat charger yang biasa dikenal dipasaran, maka pengisian akan berhenti sendiri jika arus dari charging battery sudah mencapai angka nol (tidak ada arus pengisian lagi), dimana ini berarti baterai sudah penuh.
Pemutusan arus pengisian baterai dilakukan pada saat baterai telah terisi penuh. Hal ini dapat dipantau (diketahui) melalui pengukuran tegangan baterai, yaitu baterai dikatakan penuh jika tegangan baterai (untuk sistem 12V) telah mencapai sekitar antara 13,8 s/d 14,5 V. Baterai akan mengeluarkan gelembung-gelembung gas jika tegangan baterai telah mencapai sekitar antara 14,5 s/d 15,0 V. Oleh karena itu apabila tegangan baterai teleh mencapai sekitar 13,8–14,5 V, maka pengisian arus listrik tersebut harus segera diputuskan.
Pemutusan arus pengisian pada umumnya dilakukan secara elektronik oleh alat atau sistem kontrol charge controller yang secara otomatis akan memutuskan pengisian arus listrik jika baterai telah mencapai tegangan untuk kondisi penuh tersebut. Pemutusan arus ini adalah untuk mencegah agar tidak terlalu sering terjadi “gassing” pada baterai yang akan menyebabkan penguapan air baterai dan korosi (karatan) pada grid baterai.
2.        Underdischarge
Underdischarge adalah pengurasan (pengeluaran/pelepasan) arus listrik dari baterai secara berlebihan sehingga baterai menjadi kosong. Dapat dijelaskan lebih jauh disini yaitu charge controller pada sistem PLTS, berbeda dengan cut-out yang ada pada mobil atau motor dimana cut-out tidak mempunyai sistem kontrol untuk memutuskan pengeluaran arus yang terus menerus apabila baterai telah mencapai kondisi minimum (kosong). Hal ini dapat dimengerti tentunya karena apabila mobil tersebut hidup, maka akan selalu terjadi pengisian arus listrik kedalam baterai oleh Dynamo Ampere sehingga baterai tidak pernah kosong sekalipun baterai dipakai untuk menyalakan lampu, A/C, tape-radio, dan lain lain. Dalam sistem PLTS tidak ada Dynamo Ampere dan hanya tergantung dari radiasi matahari. Apabila baterai tersebut dipakai terus menerus untuk menyalakan beban (lampu, tape-radio, dll) terutama pada malam hari, hal ini akan menyebabkan baterai berangsurangsur mulai menuju kosong dan apabila tidak ada penambahan arus listrik kedalam baterai tersebut. Jika pemakaian beban cukup besar dan terus menerus atau tidak dibatasi baterai akan menjadi kosong. Kondisi ini disebut sebagai underdischarge.
Untuk mencegah terjadinya underdischarge, maka digunakan alat atau sistem kontrol elektronik pada charge controller yang secara otomatis akan memutuskan atau menghentikan pengeluaran arus listrik dari baterai tersebut. Hal ini dapat diketahui dari tegangan baterai, jika tegangan baterai telah mencapai sekitar11 ,4 s/d 11,7 volt. Oleh karena itu apabila tegangan baterai teleh mencapai sekitar 11,4 – 11 ,7 volt, maka penggunaan arus listrik dari baterai harus dihentikan atau hubungan beban ke baterai harus segera diputuskan. Tegangan ini juga dikenal sebagai load disconnect voltage, yaitu tegangan dimana beban akan diputus dari sistem.
Hal ini adalah untuk mencegah apabila baterai terlalu sering mencapai kondisi kosong akan menyebabkan sulfasi baterai sehingga baterai akan cepat menjadi rusak.
3.        Load Reconnect Voltage
Daerah tegangan kerja baterai adalah daerah tegangan dimana sistem PLTS masih mampu menyalakan beban. Untuk Sistem tegangan 12 V, maka daerah tegangan kerja baterai adalah antara 11,4 V-14 ,5 V.
Biasanya dalam pemakaian sehari-hari harus diusahakan agar pemakaian beban jangan sampai menyebabkan tenganan baterai mencapai 11 ,4 V, karena apabila mencapai titik tegangan tersebut, beban akan segera dimatikan secara otomatis. Untuk pemakaian beban sehari-hari sebaiknya lihat contoh cara pemakaian beban seperti yang disajikan pada perancangan sistem
Adapun grafik turun dan naik tegangan baterai terhadap pemakaian beban dan pengisian arus listrik melalui panel surya dapat digambarkan seperti gambar berikut.
Gambar 3 Grafik turun dan naik tegangan baterai
4.        Proteksi Hubung Singkat
Hubung singkat terjadi akibat adanya hubungan langsung antara polaritas positif (+) dengan polaritas negatif (-) dari suatu sumber tegangan. Dalam hal ini terminal positif beban dan terminal negatif beban pada charge controller juga merupakan suatu sumber tegangan yang akan mensuplai daya listrik ke beban.
Kemungkinan hubung singkat tersebut dapat saja terjadi akibat terhubungnya terminal positif dan negatif beban pada charge controller melalui suatu benda logam yang bersifat sebagai konduktor atau mungkin juga terjadi hubungan langsung antara kabel positif dengan kebel negatif pada kabel yang menuju beban. Pada kondisi hubung singkat ini terjadi arus yang sangat besar, maka apabila charge controller tidak dilindungi dengan proteksi hubung singkat, tentunya akan terjadi kerusakan pada komponen elektronik yang ada didalam charge controller tersebut.
Untuk sistem yang sederhana perlindungan hubung singkat ini dapat dilakukan dengan menggunakan sikring pengaman (fuse), tetapi untuk sistem yang di dalamnya terdapat komponen elektronik yang sensitif sekali terhadap pengaruh arus hubung singkat maka diperlukan suatu rangkaian elektronik khusus yang mampu memberi perlindungan terhadap terjadinya hubung singkat.
Pada umumnya rangkaian elektronik untuk proteksi hubung singkat ini adalah sama dengan rangkaian elektronik untuk proteksi arus beban lebih. Untuk charge controller yang mempunyai kapasitas arus output maksimum yang cukup besar, kejadian hubung singkat harus dihindari secepat mungkin, karena apabila hubung singkat ini kejadiannya cukup lama, maka ada kemungkinan komponen elektronik yang ada didalam charge controller rusak juga.
5.         Proteksi Polaritas
Polaritas terbalik dapat terjadi pada Terbaliknya hubungan antara panel surya dengan charge controller, Terbaliknya hubungan antara baterai dengan charge controller. Terbaliknya hubungan antara charge controller dengan beban. Charge controller biasanya mempunyai perlindungan terhadap kerusakan sebagai akibat terjadinya polaritas terbalik untuk hubungan panel surya-charge controller (butir 1) dan polaritas terbalik untuk hubungan baterai–charge controller (butir 2), sedangkan untuk hubungan charge controller–beban, proteksi polaritas terbaliknya berada pada beban yang bersangkutan.
Perlindungan terhadap polaritas terbalik untuk hubungan panel surya– charge controller adalah dilakukan dengan memberikan suatu BlockingDiode, yang sekaligus merupakan pencegahan arus balik reverse current dari baterai menuju panel surya, sedangkan perlindungan polaritas terbalik untuk hubungan baterai–charge controller, harus dilengkapi dengan beberapa tambahan komponen atau rangkaian elektronik.

Comments

Popular posts from this blog

Pembahasan Mengenai Pemutus Tenaga (PMT)

Teori Dasar Praktikum Pengujian Tahanan Isolasi Trafo

Prinsip Kerja Pemutus Tenaga (PMT)